Wednesday 3 January 2018

Najib Martil

Najib Rifa'Abdullah a.k.a Najib Martil

Beberapa tahun lalu saya mengenal seorang pemuda bernama Najib dari sebuah kelas sharing yang saya adakan bersama beberapa teman lain. Tulisan ini akan menjadi sangat membosankan dan membuat saya tampak sebagai seorang hipokrit seandainya saya terus-terusan memuji dan menulis hal baik tentangnya, oleh karenanya tidak saya lakukan. Awalnya, saya yang memang merupakan orang yang cenderung 'risinan' kalau kata orang Jawa merasa jengkel dengan kelakuan sobat yang satu ini. Bagaimana tidak, ketika teman-temannya yang lain sibuk mengutarakan pendapat dalam brainstorming dia justru diam seakan tak menunjukkan sedikitpun kesinambungan, the fuck ur still here?!! Tapi akhirnya, kali kedua, tiga, empat, dan pertemuan-pertemuan selanjutnya, barulah saya sadar kalau ada kesungguhan dan keuletan dalam dirinya. Hal itu juga yang membuat saya dan rekan saya yang saat itu tengah merintis sebuah start up untuk merekrutnya daripada kandidat lain.

Najib bersama tim SOLOCULT.COM tengah mengerjakan shooting content 'Teng-Teng Crit' bersama Band Fisip Meraung

Beberapa waktu bekerja bersama kami, tak jarang Najib membuat saya dan rekan saya jengkel karena manajemen waktunya yang sorry to say anak kos banget, tapi itu semua terbayar dengan loyalitas yang ditunjukkan, keuletan, sifat ringan tangan, dan sikap lucunya -- apa adanya, slengean, tapi suka salting kalau jadi pusat perhatian. Saat itu, hari-hari di tim kami terasa menyenangkan, apalagi kalau bukan karena adanya Najib sebagai bahan 'ceng-cengan'. Hal ini juga yang membuatnya mendapat begitu banyak nama julukan seperti Najib Gumo'ong, Najib Fushtang, Genji Jowo, dan sebagainya, namun yang paling mengena bagi saya adalah Najib Martil, mengingat di suatu kesempatan ia tampil dengan kombinasi rambut dan muka yang menyerupai hiu martil, seram...

Beberapa bulan lalu setelah wisudanya, saya dengar dia kembali ke Jakarta, kota asalnya. Terakhir kali kami berjumpa adalah di kampus, saat itu saya dengar ia tengah mengurus syarat-syarat kuliah ekstensi. Masih tetap sama dengan converse putih lusuh, jaket jeans yang kelewat belel sampai banyak sobekan di sana-sini, dan gelang-gelang yang hampir tak pernah dilepas dia meneriaki saya, "Bajingaaaan suwe ora ketemu, Mas!" yang tentu saja saya jawab dengan umpatan pula, "Asuuuu,, kowe jare wes ora neng Solo!" yang kemudian dilanjutkan dengan dia menghampiri saya, menyalami, dan memberi pelukan. Ya, pelukan persaudaraan yang seandainya ada aktivis CELUP di situ lalu mengambil foto kami pasti akan saya hajar mukanya saat itu juga.

Saya dan Najib dalam suatu projek desain website.
Tak pernah menyangka kalau pertemuan yang singkat dan tanpa soto -- makanan favorit kami di saat sore hari sepulang dari kantor dengan perut keroncongan -- itu akan menjadi pertemuan terakhir saya dengannya, setelah malam tadi saya mendapat kabar dari rekan saya bahwa ia telah meninggal dunia. 

Bagaimana tidak gemetar ketika kamu mendapat kabar tentang meninggalnya orang yang ikut ambil bagian dalam proses pendewasaanmu 2-3 tahun belakangan, yang ikut jadi teman saat jatuh dan bangun, yang bahkan tempo hari ia masih meninggalkan like pada postingan instagrammu --ya dia memang termasuk orang yang paling rajin memberikan like pada postingan saya-- tapi sekarang dia telah pergi mendahului kita semua.

Kematian memang merupakan hal yang tidak pernah terduga, oleh karena itu, alangkah baiknya jika kita selalu mengingat dengan berbuat baik selagi kita hidup dan bisa...

Selamat jalan sobat, @najibrifaa . Semoga diberikan ketenangan di sana. Tetaplah rajin membantu bila nanti di sana ketemu orang-orang baru! Beri mereka japa-japa dan ajak tertawa dengan guyonan klasik 'fushtang'-mu yang sangat tidak lucu tapi bikin saya tak bisa menolak untuk tertawa. Bertemanlah dengan orang-orang di sana jika ada, dan tetap loyal seperti biasanya! Semesta selalu memberkatimu...

No comments:

Post a Comment

mari kita mulai diskusi kita dari sini