Tuesday 17 October 2017

Kami Pecinta Kucing

"Meoooong... Meoooooonggg..." Setiap hari sekitar jam 3 pagi suara kucing selalu menggema di rumahku. Itu adalah suara Nyannyan, salah satu kucing peliharaan kami. Ya, keluarga kami adalah penyuka kucing. Si ayah dan ibuk yang dulunya di masa muda pernah memelihara kucing, adikku, dan aku. Jadi tak perlu heran kalau kamu menemukan kucing di rumah kami, kecuali kalau kucing besar macam harimau dan singa, kami tak punya. Takut dipenjara karena status mereka.

Bagi keluarga kami, memelihara kucing adalah sebagai salah satu bentuk terapi. Khususnya bagiku yang lekat dengan gangguan anxiety, kucing dapat memberikan perasaan tenang saat dunia dirasa sangat tak menyenangkan. Menurut dokter hewan Angela Maharani (dalam tempo.co), kucing merupakan salah satu hewan terapi bagi manusia. "Berdasarkan penelitian terbaru, kucing termasuk dalam kelompok hewan terapi. Sebab, ketika mendengkur, kucing mengeluarkan frekuensi suara sekitar 20-150 Hz. Suara ini mempunyai efek menenangkan," ujarnya. Suara dengkuran tersebut, menurut dia, mengeluarkan hormon endorfin yang dapat menenangkan kucing itu sendiri dan manusia di sekitarnya. Jadi coba saja, ketika kamu merasa tak nyaman, elus-elus kucing yang ada di sekitarmu!



Di postingan ini, aku ingin sedikit bercerita tentang kucing-kucing peliharaan kami. Ada 3 ekor kucing yang ikut tinggal di rumah kami. Pertama, 'Raden Mas Nyannyan Mbaureksa', atau yang biasa dipanggil 'Nyannyan'. Dia adalah kucing pertama yang hadir di rumah kami. Tepatnya Mei 2014, seorang teman dari Jakarta mengirimkan dua ekor anak kucing usia 2 bulanan; satu betina calico yang dipelihara oleh temanku, satu lagi jantan black solid yang akhirnya kuberi nama Nyannyan ini. Dia datang di saat yang tepat, saat aku berusaha move on dari mantan pacar yang... Sudahlah... Move on itu susah, Jendral! Begitu kalau kutirukan salah satu dialog dalam film propaganda terbesar dalam sejarah Indonesia.

Nyannyan adalah kucing yang penurut dan pintar. Dalam waktu tiga tahun bersama kami, ia sudah sering bolak-balik diajak pergi, termasuk ketika kami mudik ke Kota Malang. Dianya tenang-tenang saja, nongkrong di dashboard menikmati pemandangan. Yang lebih menarik, adalah kebiasaannya mengeong dini hari antara jam 2 sampai jam 3 pagi seperti yang telah kusebutkan di paragraf pertama. Suatu hari Si Ibuk berpesan ke Nyannyan, kira-kira, "Nanti ibuk dibangunkan ya buat sholat tahajud," entah bagaimana, pesan itu melekat di kepala Nyannyan hingga menjadikannya seekor alarm alamiah. Iya, dia benar-benar mengeong sambil mencakar-cakar pintu kamar di mana ibuku tidur. Setelah Ibuk terbangun, dia akan mengikutinya mengambil air wudhu, dan duduk menunggu tepat di samping sajadah. Ini yang sampai sekarang aku tak habis pikir. Karenanya, keluarga kami sangat menyayanginya, yang bahkan bisa membikin kami panik tak kira kala dia sakit atau suatu ketika hilang dari rumah.

Kucing kedua adalah 'Kimberly Ackerman', atau yang biasa dipanggil 'Kimi'. Sebenarnya ini bukan kucing kedua di rumah kami, sebelumnya ada kucing lain bernama Chelsea yang sayangnya mati karena penyakit ginjal setelah sebelumnya mendapat perawatan di klinik hewan. Oke, kembali soal Kimi, kucing ini datang ke rumah kami pada bulan Mei 2017 saat masih berusia 3 bulan. Karena ayah dan ibuk ingin menambah momongan kucing berwarna cerah, maka aku putuskan untuk mengadopsi Kimi dari sebuah cattery. Awalnya, Kimi diperkirakan berwarna white solid, pikirku bisa seimbang dengan Nyannyan menjadi simbol Yin Yang, hehe, meskipun seiring bertambah dewasa muncul motif almond dilute di sepanjang punggungnya. Kimi adalah kucing yang cantik, ya, benar-benar cantik dengan warna putih bersih dan hidung pink-nya. Hanya saja, dia hiperaktif dan sedikit susah menjinakannya. Sudah, begitu saja haha.

Kucing ketiga adalah 'Bodong'. Ia datang dengan misterius ke rumah kami sekitar bulan Juli 2017. Awalnya ibuk yang menemukannya di depan rumah, dan karena ada salah seorang tetangga yang ingin memelihara kucing, akhirnya diadopsilah si Bodong. Anehnya, seminggu setelah itu ia kembali ke rumah kami, yang pada akhirnya ku tahu kalau si tetangga tak benar-benar serius memeliharanya. Karena kasihan terhadap si kucing kecil, akhirnya ayah mengizinkannya untuk ikut tinggal di rumah kami. Sejak saat itu ia dinamai 'Bodong' karena udelnya yang memang benar-benar bodong. Nama lengkapnya sih 'Kim Bo Dong' karena menurutku dia datang tiba-tiba dari Korea. Suka-suka aku yang mengira dan memberi nama lah...

Bodong adalah kucing yang pintar, hanya dalam waktu singkat ia sudah terbiasa dengan namanya. Di manapun ia berada, asal bisa mendengar suara kami memanggil namanya, dia akan segera datang mengusap-usapkan kepalanya. Nggak jarang juga dia meninggalkan barang-barang entah daun, ranting, atau serangga di depan rumah, mungkin sebagai oleh-oleh setelah bermain dan tanda terima kasih untuk kami telah mengizinkannya tinggal. Dari segala suka cita, ada satu hal sedih yang terjadi padanya. Sekitar akhir September, dia pulang dalam keadaan sekarat karena keracunan. Dokter sudah tak bisa menanganinya, hanya berharap pada daya tahan si kucing. Tapi kami belum menyerah, kami usahakan kehidupannya dengan memberikan air kelapa, susu, dan bubur bayi. 3 hari dalam masa koma, akhirnya dia mulai bisa mereapon panggilan. Seiring berjalannya waktu, kondisinya membaik, hanya saja sebagian dari anggota tubuh kirinya seperti mengalami lumpuh permanen. Kasihan... Tapi tetap, Bodong adalah kucing yang pintar. Pesan untuk kalian, jangan suka ngeracun tikus sembarangan!!! Salah-salah bisa makhluk lain yang kena.

Itulah sedikit cerita tentang kucing-kucing yang ada di rumah kami. Dari ketiganya, mana yang paling jadi kesayangan? Ketiganya kami perlakukan sama. Ya, apa gunanya teriak anti rasis dan fasis kalau sama kucing sendiri masih membeda-bedakan, ya kan? Hehe.

No comments:

Post a Comment

mari kita mulai diskusi kita dari sini