Wednesday 8 February 2017

F A C E


"Tukang telat!! Kamu tau nggak sih aku udah nunggu dari jam berapa?!"


"Sorry... Pesawatnya yang telat, bukan aku."


"Sorry sorry apaan?! Gimana bisa pesawat yang telat?! Cari-cari alesan deh!"


"Serius. Aku bahkan udah ada di bandara dua jam sebelum jad-…”


"Shut the fuck up!


“Eh?”


“Hahaha, udah! Udah! Iya, iya, percaya! Apa deh terserah kamu!", belum selesai menjelaskan alasan keterlambatanku, gadis itu sudah memotong dengan tawa keras sebagaimana yang kukenal dulu seraya tumpah ke arahku. Ya, gadis itu adalah adikku. Adik yang harus terpisah jauh dariku karena orang tua kami berpisah lima tahun lalu.


Ini adalah pertemuan pertama kami sejak saat itu. "Langsung ke venue?", tanyaku.


"Nggak. Open gate masih nanti jam tujuh. Mau cari apa di sana? Check sound juga udah tadi," jawabnya sambil lalu di depanku. Aku sengaja pergi ke negara ini untuk menghadiri undangannya. Hari ini, hari pertama band-nya menggelar konser pembuka tour perilisan album barunya. Hari ini adalah miliknya. Ya, adikku adalah seorang front-girl dari salah satu band rock yang cukup berpengaruh di skenanya, jadi tak perlu heran kalau mereka memiliki live tour mereka sendiri.


"Hei, kau tahu? Dalam hal ini aku merasa benar-benar tertinggal."


"Maksudmu?"


"Kau ingat, kau mulai bermain gitar karena siapa? Dan sekarang, kau jauh lebih bersinar dariku! You've made it, and it makes me look like a loser."


"Jangan baper ah! You've been my favorite role model, and it will last forever!!", katanya sembari berbalik dan menepuk bahuku.


"Umurmu? 20 kan?"


"Kalau kamu ingat 5 tahun yang lalu umurku 15 dan nilai matematikamu nggak jelek-jelek banget, harusnya hitunganmu benar. Kenapa?"


"Nggak... Kau sudah dewasa.”


“Lalu?”


“Hmm… Wajahmu, kau kelihatan beda dari sebelumnya."


"Hey, puberty done right! Cantik kan?", jawabnya diikuti tawa kami berdua. Harus kuakui wajah adikku memang tampak jauh berbeda. Ia yang sekarang sudah tampak cukup dewasa. Cantik. Tapi bukan hanya perubahan fisik yang kulihat, lebih dari itu. Ya. Senyum yang menghiasi wajahnya kali ini adalah senyum yang benar-benar penuh percaya diri. Senyum yang mengisyaratkan ketegaran dan kekuatan. Beda dengan senyumnya dulu, bulan-bulan terakhir kami bersama sebelum akhirnya kami terpisah beda benua.


Pada dasarnya, adikku adalah gadis periang. Dia bisa menjadi anak yang sangat nekat, tapi juga cengeng dalam waktu yang bersamaan. Kontradiktif? Memang. Aku ingat, ketika kecil dulu kami sering bermain petak umpet di halaman belakang. Ketika tiba gilirannya jaga, ia akan mencariku ke manapun tempat yang terpikir olehnya. Kolong mobil, rumah tetangga, kandang ayam, semak-semak, banyak. Tak jarang terlalu jauh dan justru aku yang harus mencarinya, sampai kutemukan ia menangis karena tak kunjung menemukanku atau terjatuh saat berlarian mencariku. Tapi pada akhirnya, selalu senyum yang kudapati pada wajahnya.


Senyum itu yang kusuka.


Beranjak remaja, aku menyadari ada yang berubah pada senyum di wajahnya. Itu adalah saat di mana ketidak harmonisan mulai muncul di antara orang tua kami. Kami yang sudah mampu berpikir logis tentu saja tak bisa dibohongi atas semua yang terjadi. Tapi apa yang bisa kami perbuat? Tak ada, selain menyalurkan kegelisahan pada hal lain, salah satunya musik.


"Dek, kau percaya? Semuanya bakal baik-baik aja," kala itu, sering kali aku berusaha menenangkannya ketika ia mulai tampak bersedih. Dia hanya mengangguk, berusaha menahan tangis, dan mencoba tersenyum. Memang pada akhirnya masih saja senyum yang ia tinggalkan di wajahnya, tak beda dari waktu-waktu sebelumnya, meskipun aku tahu, ada kesedihan di balik senyum itu. Ada kelemahan. Ada ketakutan, benci, marah, banyak. Sampai akhirnya saat itu tiba...





----------





"Encore! Encore! We want more! We want more!", kudengar ribuan penonton berteriak kompak. Lagu terakhir dalam set list telah ia bawakan, ini artinya akhir dari pertunjukan. Aku yang berada di baris paling depan dapat dengan jelas menyaksikan bagaimana senyum tergambar di wajah adikku satu-satunya. Senyum yang benar-benar puas, menghiasi wajahnya dengan penuh kebanggaan.


Source: google - This image is just an illustration, It's Specialthanks' front girl Misaki.


"Okay, we'll give you one last song as an encore. You want it, right?", tanyanya yang disambut penonton dengan teriakkan.


"But before that, I want to ask you, can I do a collaboration with one of my favorite hero?"


"Kay, I think you let me do the last song with him. You know? He's such a great guitarist even though he has never made his own name, haha.” Para penonton menyambut tawanya.


“He’s cool, but I’m hot af! You know even the cold ice will melt down in a hot temperature, right?!” Lagi-lagi penonton menyambutnya dengan tawa. Pun denganku, kupikir ia tak pernah berubah, kebiasaannya melontarkan candaan yang mengejek itu.


“But you know, he’s my hero. He's the one who taught me how to play a guitar. And he's my brother. Come on, kak! Let's kick some ass!!!", dia menunjukku. Serentak, semua mata tertuju kepadaku. 


“What the…” dia masih saja spontan dan penuh kejutan. Diiringi sorak sorai penonton, stage crew membantuku untuk naik ke atas panggung.


Kini aku berada di atas panggung. Mungkin yang termegah yang pernah kuinjak selama aku bermusik. "Ini gila! Aku nggak ada persiapan!", protesku padanya.


"Santai. I know you can do it because you're my brother! We're still connected, right?", jawabnya santai sembari menyerahkan Gibson SG yang segera di-set efek dan sound-nya. “Aku bahkan masih ingat seri gitar favoritmu,” katanya sambil lalu menuju ke depan stand mikrofon miliknya. Saat itulah aku benar-benar yakin bahwa perubahan bukan hanya terjadi pada fisiknya, pada wajahnya, jauh lebih kompleks, ia berubah kembali menjadi adikku yang dulu, yang nekat dan penuh percaya diri as if she never hurt and down before.


"As the special guest, what if we give him a right to choose what to play?", tanya adikku pada penonton yang segera disambut dengan sorak sorai.


"So, what do you want to play, bro?"


"What if we do a cover of BECK's 'FACE'?", jawabku di depan mikrofon sembari memetik senar gitarku, mengecek sudahkah sesuai dengan yang kuinginkan.


"Beck? You mean 'Mongolian Chop Squad’?"


"Yeah, what else?"


"Okay, this is the last song from us, FACE!"





-----



Large lips in the motion

Tryin to keep blaming on

As I say reason I’m late on

Find you turning, laughing and smiling



Running over sometimes

Feels like you leave me behind

Now you don’t have to mind it

Find you shining every day by day



Sing it up, my sister!

In this world which everyone is lonely

Everything will be fine someday



Remember playin in the backyard

Hiding myself in garage

Since you never could catch me

Found you crying, weeping in darkness



Sing it up, my sister!

In this world which everyone is lonely

Everything will be fine someday



Some other day







Ditulis setahun yang lalu untuk program 365kata dengan tema "wajah".

2 comments:

  1. keren! aku suka hehe :D

    Mampir sini juga yaa :) http://pemakanbangkai.blogspot.co.id/

    ReplyDelete

mari kita mulai diskusi kita dari sini