Tuesday 26 April 2016

Idealis?



Situ mau baca, silahkan. Apa ya, kita hidup di era dan negara dengan pola pikir macam itu. Pernah saya dengar di suatu seminar kreatif sebuah statement yang kira-kira begini, "Anak muda, jangan pernah lepaskan idealismemu! Kalau sudah kehilangan itu artinya kamu kehilangan jalan. Ikutilah passion-mu selagi muda!", entah bagaimana tepatnya tapi kira-kira seperti itulah. Tentu saja bagi pemuja passion seperti saya, dengan senang hati mengamininya. 

Lulus kuliah, saya tetap mencoba memegang erat hal itu, nyatanya saya masih berkutat dengan bajingan ini; Daniel Revelino , berjudi di ladang lain -yang lebih terjal konturnya dan tentu menantang- ketika ladang job fair dipenuhi rekan-rekan seangkatan dengan pakaian rapi, rambut klimis bagi yang pria, make up minimalis alih-alih biar tampak manis bagi yang wanita, tapi tetap, dengan muka berminyak karena keringat di venue yang penuh dan sesak.

Bukan masalah cari kerja yang sering saya dan teman saya -yang namanya tertera sebelumnya- pertanyakan, tapi perihal bagaimana mereka para fresh-graduate-job-seeker ini seakan dengan mudahnya kehilangan pegangan; Anak komunikasi, daftar bank. Anak hukum, daftar bank. Anak desain interior, daftar bank. Udah, semua jurusan saja daftar bank apapun hobi, konsentrasi studi, dan keahliannya. Mustinya kampus-kampus lebih banyak sediakan materi perbankan saja ya agar ilmunya tidak mubadzir di tengah ladang yang kian gersang karena diinjak-injak banyak orang.

Bukan merasa sok keren dan merendahkan, tapi ya namanya kegelisahan, dan ini blog pribadi saya, jadi wajar untuk mengungkapkan. Bagi pemuja passion seperti saya, mengidolakan orang-orang yang berjalan di jalan mereka harus berjalan adalah suatu keharusan pun kesenangan. Jadi kondisi macam itu tadi terasa sedikit menyebalkan.

Tapi, yah,, namanya hidup sih ya. Seiring berjalannya waktu kita tidak bisa lantas menyalahkan dan men-judge rekan-rekan yang perlahan melepaskan idealismenya itu salah, lalu kita merasa lebih benar dan mulia derajadnya dibanding mereka. Hidup itu pilihan, dan melepas idealisme termasuk salah satu bentuk dari memilih. Kalau di tulisannya yang dimuat pada www.siksakampus.com, teman saya  tadi menganalogikan mengejar passion itu seperti Kapten Tsubasa yang tengah menggiring bola dan berusaha mencetak angka, maka menurut saya Tsubasa berhak melipir di tengah lapangan menuju kerumunan, terus lari peduli setan, dan jajan di warung sebelah stadion. Suka-suka Tsubasa wong itu hidupnya :)
.

Solo, 26 April 2016 di depan komputer sembari menyembah Paul Arden.

1 comment:

  1. Tsubasa tumbas es teh, pisang goreng dan djarum super sak ler

    ReplyDelete

mari kita mulai diskusi kita dari sini